Kita tahu bahwa Indonesia adalah Negara yang sangat
kaya. Sampai sampai tahun 1973 kus plus membuat lagu khusus judulnya “kolam
susu”, salah satu baitnya adalah “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat
kayu dan batu jadi tanaman..”
Kalau lagu itu kita nyanyikan sekarang, saya rasa
juga masih relevan. Apalagi sejak tahun 1996 setelah saya menggeluti dunia
pertambangan, syair-syair itu menjadi semakin nyata kebenarannya. Jadi ini
bukan perkara romantisme lagu, tapi memang Indonesia begitu kaya raya. Hingga
membuat bangsa lain iri pada kita, belanda, jepang, dan kini lebih banyak lagi.
Sekedar contoh dengan luas 1.904.000km2 dan terdiri
dari 17.508 pulau, Indonesia memiliki pulau irian, terbesar ke2 dunia dengan
luas 809ribu km2, pulau Kalimantan pulau terbesar ke4 dunia dengan luas 704ribu
km2, sumatera terbesar ke6 dunia dengan luas 474ribu km2. Kalo dibentangkan di
daratan eropa, maka akan setara antara inggris hingga sebagian rusia.
Penduduknya terbesar ke4 dunia. 12% spesies mamalia ada disini, 16 % reptile
dan amphibi ada disini, 17% spesies burung ada disini, 25% spesies ikan ada
disini, 10% tsnaman dan bunga ada disini, jenis kupu terbanyak (121 spesies)
juga ada disini.
Kalau hanya disebut
banyak pulau besar tapi tidak ada apa-apanya mungkin biasa saja, tapi kekayaan
alam negri ini luar biasa melimpah.
Untuk mengungkap kekayaan daratan kita saya akan
merujuk majalah terkemuka dunia The Economist yang setiap tahunnya menerbitkan
buku world in figures. Yang didalamnya memuat rangking-rangking Negara dunia
dalam beberapa hal tertentu. Timah misalnya, kita berada diurutan ke 2 dunia
dengan produksi sebesar 78ribu ton/th, nikel rangking 5 dunia dengan produksi
96ribu/th, tembaga juga rangking 5 dengan produksi 842ribu ton/th, emas dan
batubara berada di rangking 7 dengan produksi masing-masing 164 ton dan 81,4
jutan ton equivalen minyak. Pada 2010 indonesia juga menjadi pengekspor gas
nomor 1 di dunia. Minyak masih 4,3 milyar barel.
Dalam hal ini, fraser institute tahun 2008 juga
menempatkan Indonesia dalam peringkat ke 7 dunia dalam potensi mineral.
Itu dari sector mineral, batubara, dan migas. Dalam
sector pertanian dan perkebunan Indonesia juga bukan kelas kacangan. Kita
menjadi produsen kakao rangking 3 dunia dengan produksi 430ribu ton/th,
produsen kopi ke 4 dunia dengan produksi 443ribu ton/th, juga produsen the ke 5
dengan produksi 165ribu ton/th.
Dalam sector perikanan, Indonesia merupakan Negara
dengan garis pantai terpanjang dunia, yaitu 81ribu km. ini sama dengan 14%
garis pantai dunia. Luas lautan kita seluas 5,8juta km2. Sekitar
7% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berasal dari
Indonesia.
Ironi
Namun demikian kekayaan tersebut rupanya
tidak membawa berkah bagi negri ini. Sebab antara harapan dan kenyataan sangat
jauh berbeda. Mestinya dengan kekayaan yang melimpah tersebut, kita menjadi
makmur sejahtera. Tapi faktanya, kemiskinan, pendidikan mahal, rumah sakit tak
terjangkau masih mendera negri ini.
Kemiskinan di indonesia menurut versi bps
berjumlah 33,9 juta orang, semntara versi bank dunia 110 juta orang. Masih
menurut bank dunia (2012) GDP perkapita indonesia hanya 2500 US$, sementara
malaysia 7900 US$, singapura yang tidak punya apa-apa 40.920 US$, jepang yang
porak poranda setelah di bom amerika, kini punya GDP 42.150 US$.
Sumber daya manusianya rendah, indeks sumber daya
manusia peringkat 112 dari 115 negara, lulusan PT 6%, SLTP/A 34% sisanya 60% dari
jumlah penduduk Indonesia lulusan SD. Sementara rakyatnya miskin, hutang negara
luar biasa besarnya. Hingga akhir tahun 2011, hutang Indonesia tidak kurang
dari Rp 1.850 trilyun rupiah. Beberapa bahan pokok yang seharusnya ada di
Indonesia justru impor, kedelai, gandum, telur dan ayam ras.
Kesalahan pengelolaan
Seperti telah banyak diketahui, di Indonesia
khususnya sepanjang pemerintahan Orde Baru hingga kini, individu ataupun swasta
bisa mendapatkan hak yang diberikan oleh negara untuk menguasai dan
mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam seperti tambang (batubara,
emas, tembaga), hutan, minyak, gas bumi dsb.
Tentu ini
semua berawal dari aturan main atu undang-undang. Sejak diundangkannya UU No. 1
tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing juga UU No. 11 tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.. Swasta dan asing berbondong-bondong
menguasai kekayaan alam kita. Faktanya, hinga tahun 2002 saja sudah lebih dari
90% investasi dilakukan oleh pemodal asing. Hingga 2007 tidak kurang dari 235 pertambangan
umum (KK) dan 141 tambang batubara (PKP2B), belum termasuk Kuasa Pertambangan
(KP) untuk swasta lokal serta ribuan industri pertambangan mineral industri
tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah direvisi dengan undang-undang baru no 4
tahun 2009, nafasnya ternyta juga tidak berubah, artinya individu maupun swasta
termasuk asing tetap boleh mengelola tambang-tambang tersebut. Bahkan kini
sudah mencapai 10.000 ijin yang dikeluarkan pemerintah (bisnis.com,
16/06/2012).
Demikian pula dalam industry migas, sejak
diundangkannya uu no 22 tahun 2001 70% migas kita juga langsung dikuasai asing.
Demikian pula dalam bidang kehutanan dan lainnya.
Jadi kata kunci dari pengelolaan ini adalah
swastanisasi/privatisasi. Dan swastanisasi/privatisasi merupakan bagian
terpenting dari kapitalisme.
Solusi Islam
Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki sistem
ekonomi yang khas. Di dalamnya ada konsep bagaimana mengelola sumber daya alam
ini.
Menurut pandangan Islam, hutan, air, dan energi
adalah milik umum. Ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW:
‘‘Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air,
padang rumput dan api“ (HR Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah) (Imam Asy Sayukani,
Nayl al Authar, halaman 1140)
Maka, pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada
swasta (corporate based management) tapi harus dikelola sepenuhnya oleh negara
(state based management) dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam
berbagai bentuk.
Untuk pengelolaan barang tambang dijelaskan oleh
hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal yang menceritakan, saat
itu Abyad meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam.
Rasul meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat.
“Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau
berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan
air mengalir (ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda, “Tariklah tambang
tersebut darinya”.
Ma’u al-‘iddu adalah air yang karena jumlahnya
sangat banyak digambarkan mengalir terus menerus. Hadits tersebut menyerupakan
tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir.
Sikap pertama Rasulullah SAW memberikan tambang
garam kepada Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang
yang lain kepada seseorang. Akan tetapi, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa
tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air
yang terus mengalir—lalu Rasul mencabut pemberian itu. Hal ini karena dengan
kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut dikategorikan milik umum.
Adapun semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu.
Yang menjadi fokus dalam hadits tersebut tentu saja
bukan “garam”, melainkan tambangnya. Terbukti, ketika Rasul SAW mengetahui
bahwa tambang garam itu jumlahnya sangat banyak, beliau menarik kembali
pemberian itu. Syekh Taqyuddin An-Nabhani
mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan:
“Adapun pemberian Nabi SAW kepada Abyadh bin Hambal
terhadap tambang garam yang terdapat di daerah Ma’rab, kemudian beliau
mengambilnya kembali dari tangan Abyadh. Sesungguhnya beliau mencabutnya semata
karena menurut beliau tambang tersebut merupakan tanah mati yang dihidupkan
oleh Abyadh, lalu dia mengelolanya. Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang tersebut
(laksana) air yang mengalir, yang berarti barang tambang tersebut merupakan
benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau
mencabutnya kembali karena sunah Rasulullah SAW dalam masalah padang, api, dan
air menyatakan bahwa semua manusia berserikat dalam masalah tersebut. Untuk
itu, beliau melarang bagi seseorang untuk memilikinya, sementara yang lain
tidak dapat memilikinya”.
Karena itu, penarikan kembali pemberian Rasul SAW
dari Abyadh adalah illat dari larangan sesuatu yang menjadi milik umum termasuk
dalam hal ini barang tambang yang kandungannya sangat banyak untuk dimiliki
individu. Dalam hadits dari Amru bin Qais lebih jelas lagi disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan garam di sini adalah tambang garam atau “ma’danul milhi”
(tambang garam).
Menurut konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi
Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar, baik yang tampak sehingga bisa
didapat tanpa harus susah payah, seperti garam, batubara, dan sebagainya;
maupun tambang yang berada di dalam perut bumi yang tidak bisa diperoleh,
kecuali dengan usaha keras, seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, timah,
dan sejenisnya, termasuk milik umum. Baik berbentuk padat, seperti kristal
maupun berbentuk cair, seperti minyak, semuanya adalah barang tambang yang
termasuk ke dalam pengertian hadis di atas.
Al-‘Assal & Karim (1999: 72-73) mengutip
pendapat Ibnu Qudamah dalam Kitabnya al-Mughni mengatakan:
“Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan
dan dimanfaatkan tanpa biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia
(semacam obat), petroleum, intan, dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak
kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim, sebab hal itu akan
merugikan mereka”.
Maksud pendapat Ibnu Qudamah adalah bahwa barang-barang
tambang adalah milik orang banyak meskipun diperoleh dari tanah hak milik
khusus. Barang siapa menemukan barang tambang atau migas pada tanah miliknya
tidak halal baginya untuk memilikinya dan harus diberikan kepada negara untuk
mengelolanya.
* Dosen Teknik Pertambangan STTNAS Yogyakarta