22 Juni 2012

Kesalahan pengelolaan sumberdaya alam dan energy Indonesia dan solusinya menurut Islam

Agung Dwi Sutrisno*

Kita tahu bahwa Indonesia adalah Negara yang sangat kaya. Sampai sampai tahun 1973 kus plus membuat lagu khusus judulnya “kolam susu”, salah satu baitnya adalah “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman..”
Kalau lagu itu kita nyanyikan sekarang, saya rasa juga masih relevan. Apalagi sejak tahun 1996 setelah saya menggeluti dunia pertambangan, syair-syair itu menjadi semakin nyata kebenarannya. Jadi ini bukan perkara romantisme lagu, tapi memang Indonesia begitu kaya raya. Hingga membuat bangsa lain iri pada kita, belanda, jepang, dan kini lebih banyak lagi.
Sekedar contoh dengan luas 1.904.000km2 dan terdiri dari 17.508 pulau, Indonesia memiliki pulau irian, terbesar ke2 dunia dengan luas 809ribu km2, pulau Kalimantan pulau terbesar ke4 dunia dengan luas 704ribu km2, sumatera terbesar ke6 dunia dengan luas 474ribu km2. Kalo dibentangkan di daratan eropa, maka akan setara antara inggris hingga sebagian rusia. Penduduknya terbesar ke4 dunia. 12% spesies mamalia ada disini, 16 % reptile dan amphibi ada disini, 17% spesies burung ada disini, 25% spesies ikan ada disini, 10% tsnaman dan bunga ada disini, jenis kupu terbanyak (121 spesies) juga ada disini.
 Kalau hanya disebut banyak pulau besar tapi tidak ada apa-apanya mungkin biasa saja, tapi kekayaan alam negri ini luar biasa melimpah.
Untuk mengungkap kekayaan daratan kita saya akan merujuk majalah terkemuka dunia The Economist yang setiap tahunnya menerbitkan buku world in figures. Yang didalamnya memuat rangking-rangking Negara dunia dalam beberapa hal tertentu. Timah misalnya, kita berada diurutan ke 2 dunia dengan produksi sebesar 78ribu ton/th, nikel rangking 5 dunia dengan produksi 96ribu/th, tembaga juga rangking 5 dengan produksi 842ribu ton/th, emas dan batubara berada di rangking 7 dengan produksi masing-masing 164 ton dan 81,4 jutan ton equivalen minyak. Pada 2010 indonesia juga menjadi pengekspor gas nomor 1 di dunia. Minyak masih 4,3 milyar barel.
Dalam hal ini, fraser institute tahun 2008 juga menempatkan Indonesia dalam peringkat ke 7 dunia dalam potensi mineral.
Itu dari sector mineral, batubara, dan migas. Dalam sector pertanian dan perkebunan Indonesia juga bukan kelas kacangan. Kita menjadi produsen kakao rangking 3 dunia dengan produksi 430ribu ton/th, produsen kopi ke 4 dunia dengan produksi 443ribu ton/th, juga produsen the ke 5 dengan produksi 165ribu ton/th.
Dalam sector perikanan, Indonesia merupakan Negara dengan garis pantai terpanjang dunia, yaitu 81ribu km. ini sama dengan 14% garis pantai dunia. Luas lautan kita seluas 5,8juta km2. Sekitar 7% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berasal dari Indonesia.

Ironi

Namun demikian kekayaan tersebut rupanya tidak membawa berkah bagi negri ini. Sebab antara harapan dan kenyataan sangat jauh berbeda. Mestinya dengan kekayaan yang melimpah tersebut, kita menjadi makmur sejahtera. Tapi faktanya, kemiskinan, pendidikan mahal, rumah sakit tak terjangkau masih mendera negri ini.
Kemiskinan di indonesia menurut versi bps berjumlah 33,9 juta orang, semntara versi bank dunia 110 juta orang. Masih menurut bank dunia (2012) GDP perkapita indonesia hanya 2500 US$, sementara malaysia 7900 US$, singapura yang tidak punya apa-apa 40.920 US$, jepang yang porak poranda setelah di bom amerika, kini punya GDP 42.150 US$.
Sumber daya manusianya rendah, indeks sumber daya manusia peringkat 112 dari 115 negara, lulusan PT 6%, SLTP/A 34% sisanya 60% dari jumlah penduduk Indonesia lulusan SD. Sementara rakyatnya miskin, hutang negara luar biasa besarnya. Hingga akhir tahun 2011, hutang Indonesia tidak kurang dari Rp 1.850 trilyun rupiah. Beberapa bahan pokok yang seharusnya ada di Indonesia justru impor, kedelai, gandum, telur dan  ayam ras.

Kesalahan pengelolaan

Seperti telah banyak diketahui, di Indonesia khususnya sepanjang pemerintahan Orde Baru hingga kini, individu ataupun swasta bisa mendapatkan hak yang diberikan oleh negara untuk menguasai dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam seperti tambang (batubara, emas, tembaga), hutan, minyak, gas bumi dsb.
 Tentu ini semua berawal dari aturan main atu undang-undang. Sejak diundangkannya UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing juga UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.. Swasta dan asing berbondong-bondong menguasai kekayaan alam kita. Faktanya, hinga tahun 2002 saja sudah lebih dari 90% investasi dilakukan oleh pemodal asing.  Hingga 2007 tidak kurang dari 235 pertambangan umum (KK) dan 141 tambang batubara (PKP2B), belum termasuk Kuasa Pertambangan (KP) untuk swasta lokal serta ribuan industri pertambangan mineral industri tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah direvisi dengan undang-undang baru no 4 tahun 2009, nafasnya ternyta juga tidak berubah, artinya individu maupun swasta termasuk asing tetap boleh mengelola tambang-tambang tersebut. Bahkan kini sudah mencapai 10.000 ijin yang dikeluarkan pemerintah (bisnis.com, 16/06/2012).
Demikian pula dalam industry migas, sejak diundangkannya uu no 22 tahun 2001 70% migas kita juga langsung dikuasai asing. Demikian pula dalam bidang kehutanan dan lainnya.
Jadi kata kunci dari pengelolaan ini adalah swastanisasi/privatisasi. Dan swastanisasi/privatisasi merupakan bagian terpenting dari kapitalisme.

Solusi Islam

Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki sistem ekonomi yang khas. Di dalamnya ada konsep bagaimana mengelola sumber daya alam ini. 
Menurut pandangan Islam, hutan, air, dan energi adalah milik umum. Ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW:
‘‘Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api“ (HR Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah) (Imam Asy Sayukani, Nayl al Authar, halaman 1140)
Maka, pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta (corporate based management) tapi harus dikelola sepenuhnya oleh negara (state based management) dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk.
Untuk pengelolaan barang tambang dijelaskan oleh hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal yang menceritakan, saat itu Abyad meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat.
“Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut darinya”.
Ma’u al-‘iddu adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak digambarkan mengalir terus menerus. Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir.
Sikap pertama Rasulullah SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang yang lain kepada seseorang. Akan tetapi, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—lalu Rasul mencabut pemberian itu. Hal ini karena dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut dikategorikan milik umum. Adapun semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu.
Yang menjadi fokus dalam hadits tersebut tentu saja bukan “garam”, melainkan tambangnya. Terbukti, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang garam itu jumlahnya sangat banyak, beliau menarik kembali pemberian itu. Syekh Taqyuddin An-Nabhani  mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan:
“Adapun pemberian Nabi SAW kepada Abyadh bin Hambal terhadap tambang garam yang terdapat di daerah Ma’rab, kemudian beliau mengambilnya kembali dari tangan Abyadh. Sesungguhnya beliau mencabutnya semata karena menurut beliau tambang tersebut merupakan tanah mati yang dihidupkan oleh Abyadh, lalu dia mengelolanya. Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang berarti barang tambang tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabutnya kembali karena sunah Rasulullah SAW dalam masalah padang, api, dan air menyatakan bahwa semua manusia berserikat dalam masalah tersebut. Untuk itu, beliau melarang bagi seseorang untuk memilikinya, sementara yang lain tidak dapat memilikinya”.
Karena itu, penarikan kembali pemberian Rasul SAW dari Abyadh adalah illat dari larangan sesuatu yang menjadi milik umum termasuk dalam hal ini barang tambang yang kandungannya sangat banyak untuk dimiliki individu. Dalam hadits dari Amru bin Qais lebih jelas lagi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan garam di sini adalah tambang garam atau “ma’danul milhi” (tambang garam).
Menurut konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar, baik yang tampak sehingga bisa didapat tanpa harus susah payah, seperti garam, batubara, dan sebagainya; maupun tambang yang berada di dalam perut bumi yang tidak bisa diperoleh, kecuali dengan usaha keras, seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, timah, dan sejenisnya, termasuk milik umum. Baik berbentuk padat, seperti kristal maupun berbentuk cair, seperti minyak, semuanya adalah barang tambang yang termasuk ke dalam pengertian hadis di atas.
Al-‘Assal & Karim (1999: 72-73) mengutip pendapat Ibnu Qudamah dalam Kitabnya al-Mughni mengatakan:
“Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan, dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim, sebab hal itu akan merugikan mereka”.
Maksud pendapat Ibnu Qudamah adalah bahwa barang-barang tambang adalah milik orang banyak meskipun diperoleh dari tanah hak milik khusus. Barang siapa menemukan barang tambang atau migas pada tanah miliknya tidak halal baginya untuk memilikinya dan harus diberikan kepada negara untuk mengelolanya.

* Dosen Teknik Pertambangan STTNAS Yogyakarta